Blogger Widgets WELCOME TO MY BLOG "GALZSINOA"

Monday, November 18, 2013

EMULSI vs SUSPENSI

Praktikum Preskripsi II  di semester tigaku kini merupakan kelanjutan Praktikum Preskripsi I pada semester dua yang lalu. Berbeda dengan Praktikum Preskripsi I yang praktikumnya membuat sediaan padat, seperti kapsul, pil, pulveres, pulvis, dan suppositoria. Praktikum preskripsi II membuat sediaan obat berupa larutan dan semisolid seperti potio, salep, pasta, suspensi, emulsi, kream, lotion, dan effervescent . Ada dua sediaan yang cukup menarik untuk dibahas yakni emulsi dan suspensi. Sebab keduanya ini sama-sama merupakan sediaan cair yang tetapi pembuatannya berbeda khususnya buat sediaan emulsi yang membutuhkan kinerja ekstra.


 EMULSI adalah sistem 2 fase(cair+cair), yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Sedangkan SUSPENSI adalah sistem 2 fase(padat+cair) dan sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair.

Emulsi dan suspensi membutuhkan surfaktan, kalau untuk emulsi namanya emulgator(emulsifying agent) dan suspensi bernama suspending agent. Surfaktan ini digunakan untuk menurunkan tegangan permukaan sehingga partikel tak larut air menjadi terdispersi merata dalam air.  Pembuatan emulsi lebih sulit dibandingkan dengan supensi. Sediaan obat dalam bentuk emulsi ini mencampurkan bahan obat berupa minyak ke dalam air(tipe o/w) maupun air dalam minyak(tipe w/o). Coba bayangkan antara minyak dan air apabila dicampurkan, pasti tidak dapat larut bukan? Tetapi dengan adanya emulgator maka dapat menstabilkan emulsi. Hanya dengan penambahan emulgator bukan berati masalahnya berhenti begitu saja, sebab dalam praktek pembuatannya cukup rumit juga alias tidak semudah yang dibayangkan. Banyak mahasiswa yang mengeluh ketika membuat sediaan obat yang satu ini sebab mayoritas banyak yang tidak berhasil.
Misalnya terdapat resep emulsi:
R/
Oleum Ricini        3,5
PGA            q.s
Syr Simplex        6
Papaverin HCl        0,25
Aqua            ad 60
S.tdd 1 C
 Pada resep diatas , permasalahannya oleum ricini dan air tidak dapat campur. Maka dibuat bentuk emulsi dengan PGA(Gummi Acaciae) sebagai emulgator. Masing-masing bahan memiliki kegunaan dalam resep yakni oleum ricini sebagai laksativum, PGA sebagai emulgator, syr simplex sebagai corrigen saporis, papaverin HCl sebagai spasmolitikum dan aquadest sebagai pelarut. Pada penggerusan emulsi,yang penting adalah kecepatan bukan tekanan , menggunakan mortir dan stamper ukuran besar  serta pada saat penggerusan usahakan posisi mortir tegak lurus dengan stamper.Jadi kalau ingin sediaan emulsi nya bener-bener berhasil harus siap mengaduk dengan cepat dan lama dan bersiap-siap tangan pegal semua,hehe. Terdapat tiga cara pembuatan emulsi yakni cara kering, basah dan botol. Cara kering dilakukan dengan perbandingan minyak lemak:air:PGA adalah 4:3:2 maka 4 bagian minyak lemak +2 bagian PGA digerus dalam mortir kering ad homogen, lalu tambahkan 3 bagian air sekaligus dan gerus cepat dan kuat ad terbentuk corpus emulsi. Tambahkan bahan-‐bahan lain(jika ada)sambildiaduk terus ad diperolehmasa yg homogen, lalu ad‐kan  sampai volume yg dikehendaki. Cara basah Perbandingan minyak lemak : air : PGA adalah 4 : 2 : 1 serta PGA dan air dibuat mucilago terlebih dahulu, yaitu dengan mencampur 1 bagian PGA dengan 2 bagian air sekaligus lalu digerus cepat sampai diperoleh masa yg homogen. Tambahkan 4 bagian minyak lemak sedikit demi sedikit sambil terus digerus cepat, lakukan sampai minyak habis dan terbentuk corpus emulsi. Tambahkan bahan--‐bahan lain (bila ada) dan ad--‐kan sampai volume yg dikehendaki. Ini membutuhkan waktu yg rela lebih lama, tetapi baik untuk mengemulsikan minyak--‐minyak yg sangat kental

0 comments:

Post a Comment